Januari 2020

Senin, 27 Januari 2020

Pagi

Pukul 04.26 WIB, setelah melewati malam yang sangat panjang dan melelahkan melakukan aktivitas layaknya seorang aktivis. Yang aku ketahui, aku berangkat saat matahari terbenam dan pulang saat matahari terbit. Kulihat di sepanjang jalan banak orang tua sedang berjalan menuju masjid terdekat. Pemandangan biasa sejak 3 hari ini. Setelah sampai di rumah kontrakan, langsung ku buat mie instant dan secangkir kopi untuk mengisi perutku yang kosong sejak dari kampus tadi. Sengaja aku tidak mampir ke warung makan demi menghemat uang saku mingguanku. Setelah mengisi perut, langusng ku ambil air wudhu dan melaksanakan ibadah shalat subuh.
Ku senderkan tubuhku di dinding kamraku sebelah selatan. Ku pandangi setiap sudut ruangan dan ku nyalakan laptop untuk setidaknya menyetel lagu. Ya, memang sudah 3 hari ini aku tidak pernah membaringkan tubuhku di kasur maupun lantai. Memang rasanya sangat tidak enak, terutama untuk bagian tengkuk leher dan punggungku, tapi aku masih merasa baik-baik saja. Entah mengapa alasanku, hanya saja menurutku belum saatnya untuk istirahat. Masih banyak hal yang harus aku lakukan. Setidaknya aku bisa tertidur sambil duduk sekitar 1-2 jam saja. Cukup bagiku untuk setidaknya mengistirahatkan otakku yang sedari kemarin-kemarin selalu bekerja keras. Dan juga demi tidak melewatkan kelas pagi.
Aku tahu ini sangatlah tidak baik bagi kesehatanku, terutama kebugaranku. Mungkin aku akan melakukan hal seperti ini selama 1 bulan ke depan. Untuk saat ini mau bagaimana lagi? Ada tanggungan akademik yang menjadi amanah orang tuaku mengapa mereka mengirimku kesini, disisi lain juga masih ada tanggung jawab yang harus ku selesaikan. Demi sesuatu yang menurutku akan berguna bagiku ke depannya. Aku orang yang sangat menyukai kesibukan, mumpung masih muda, isilah hal-hal yang produktif sekalipun tidak bermanfaat. Tak apalah, setidaknya aku bisa mengisi waktuku. Yang ada di kepalaku saat ini, semua pasti akan berakhir dan ada dimana aku akan menikmati masa-masa kejayaanku. Cepat atau lambat semua pasti akan ku dapatkan.

Kamis, 23 Januari 2020

Keluh Kesah Mendengarkan Lagu

Jam menunjukkan hampir pukul 4 dan aku masih terjaga. Sembari menemani diriku, ku putar lagu Solway Firth yang dibawakan oleh Slipknot. Band asal Amerika ini mengusung lagu dengan genre Nu Metal yang mana menurutku tidak berbeda jauh dengan genre-genre metal lainnya, mungkin hanya berbeda dari vokal dan beberapa permainan instrumen musiknya saja. Tapi bagiku bukan masalah, selama lagu itu bergenre metal atau core, aku akan suka. Heran? Tidak, memang sejak SD aku sudah kenal dengan lagu metal, apalagi waktu itu sedang naik-naiknya Bring Me The Horizon dengan genre Deathmetal/Deathcore yang jelas untuk sebagian orang tidak akan suka mendengarnya dan justru menganggap lagu perusak telinga. Suatu hal yang sudah biasa bagiku, orang lain menganggap lagu-laguku tidak bisa didengarkan, merusak telinga, tidak jelas, lagu satanis, dan lain-lain.
Padahal tidak selalu benar. Memang ada beberapa yang dari lirik lagunya mengagung-agungkan setan, tapi yang lain? Menjadi korban stigma orang-orang. Bukan karena genre nya yang salah, tergantung orang-orangnya saja yang pintar-pintar memilih lagu. Aku ambil contoh lagu Tiga Titik Hitam yang dibawakan Burgerkill, apa itu lagu satanis? Justru sebaliknya, lagu itu menceritakan seseorang yang berada di titik jenuh dan ingin kembali ke jalan-Nya. Ada lagi? Masih banyak, sebagai contoh Purgatory dan Tengkorak., band Indonesia yang menjadikan lagu metal sebagai sarana dakwah. Dan masih banyak lagi, entah itu tentang semangat menjalani hidup, pemberontakan, penghinaan. Semua kembali ke orang-orangnya yang harus pintar dalam memilih lagu.
Dan dari situ mulai timbul pertanyaan, kenapa sih orang-orang suka menilai selera orang lain? Apakah selera mereka yang paling baik di muka bumi ini? Jujur saja, aku tidak pernah mengejek lagu-lagu genre lain, karena aku tau lain orang lain selera. Aku juga tidak selalu mendengarkan lagu bergenre metal/core. Lagu-lagu lawas dan lagu yang menurutku enak didengar entah aliran musik itu apa, selama aku suka dan sebagai selingan saja agar tidak bosan. Ya, penilaianku terhadap lagu-lagu saat ini kurang enak didengarkan. Dan yang kulakukan? Ya tidak usah didengarkan, gampang kan?
Satu hal lagi yang aku soroti untuk saat ini. Sekarang untuk masalah selera lagu, kebanyakan orang hanya ikut-ikutan. Contohnya, ada orang memutar lagu dan yang lainnya menyukai lagu itu. Yang terjadi? Ya orang-orang tadi menganggap kalau lagu itu lagu bagus. Bukan itu titik masalahnya, tapi bagaimana mereka dengan bodohnya membanggakan dirinya kalau mereka tahu lagu itu , memutar lagu itu berkali-kali dan menganggap kalau lagu itu lagu terbaik yang entah ke berapa bagi mereka, yang menurutku cenderung ke overproud. Sangat tidak berpendirian. Selera musik mereka sendiri saja tidak tahu.

Sabtu, 18 Januari 2020

23.09 WIB

Jam 23.09 WIB, akhirnya semua selesai setelah 9 jam di depan layar laptop sambil mengetuk papan keyboard laptop tua ini dengan jari jemariku. Ya, lelah memang terutama mata ini. Untungnya aku kopi arabica kesukaanku yang sebelumnya sudah ku siapkan. Walau sebenarnya tempatku berkumpul itu di caffee, tapi maaf saja aku tidak ingin mengeluarkan uang lebih untuk kopi yang entah aku suka atau tidak. Revisi, revisi, kata-kata itu yang selalu ku dapatkan. Kesal rasanya setelah 3 malaman mengerjakan laporan untuk kepentingan musyawarah nanti. Hampir 90% isinya hampir direvisi. Benar-benar menguras waktu dan tenaga. Lelah? Semua orang yang berakal akan mengenal lelah, kecuali orang itu adalah mesin tak berotak yang sudah terprogram sedemikian rupa untuk melakukan sesuatu secara sistematis dan berulang-ulang. Semua itu kembali lagi ke sugesti orang itu sendiri sebenarnya.
Itu untuk pembukaan saja. Apa yang ingin aku sampaikan disini bukan masalah bagaimana diriku ini jenuh karena aktivitas yang kujalani ini. Tapi bagaimana aku merasakan betapa kejamnya idealis seseorang sampai bisa mematikan tekad orang lain. Semakin dewasa, mungkin semakin mudah pula orang akan memahami suatu keadaan, kecuali orang itu memang benar-benar acuh tak acuh. Sebenarnya aku ingin menjadi orang yang "peduli setan", tapi aku sadar sebenarnya tak selama kata itu akan membawaku ke kedamaian sesaat. Manusia adalah makhluk sosial, secara manusia membutuhkan bantuan bahkan makhluk hidup lainnya. 
Baiklah, kembali lagi ke perkataanku awal, betapa kejamnya idealis seseorang. Selama ini, banyak sekali orang-orang yang kutemui , bahkan diriku sendiri yang pada awalnya mereka memiliki tekad yang kuat, ambisius untuk mencapai tujuan mereka. Dan seiring berjalannya waktu, tekad mereka perlahan mulai menurun hingga mencapai titik dimana mereka tidak ingin lagi mengejar tujuan mereka itu. Ada beberapa faktor yang menurut pemahamanku bisa membuat seperti itu, salah satunya ya itu tadi, idealis seseorang.
Orang mungkin tak pernah memikirkan hal itu pada saat mereka ingin mengejar tujuan mereka. Hingga mereka bertemu orang-orang idealis yang bisa menghambat mereka. Bahasa kerennya seleksi alam. Idealis disini yang kumaksud kolot, batu, keras kepala dan berbagai macam kata gantinya. Ibarat dua batu yang keras saling bertumbukan. Keras sudah jelas, dan pastinya salah satu batu itu akan ada yang terhempas atau bahkan hancur karena kalah keras dengan batu yang satunya.
Menurutku, sangat disayangkan saja jika ada orang yang mempunyai tujuannya masing-masing apalagi orang itu kompeten kalah dengan orang yang idealis kolot sok paling benar. Terlebih, setiap orang mempunyai perannya masing-masing, tapi jika orang yang ditakdirkan perannya untuk menjadi idealis semak lebih mendominasi? Hancur sudah dunia, perang takkan terhindarkan lagi. Sudah sok pintar, kolot, batu, keras kepala.